10 Mei 2012

ketika dibanting perempuan..

kali ini giliran bathinku tertunduk lesu. kecewa, sedih, dan marah bercampur padu. gak tahu lagi buat mendeskripsikan perasaan macem apa yang sedang menguasai bathinku. haduh, dalam pekerjaan saja sudah macam anak tiri, ditambah masalah p-e-r-e-m-p-u-a-n, bah!. tadinya sih pengen biasa aja menyikapinya, tapi ternyata tetep aja gak bisa.

kupikir pekerjaanku baik-baik saja, tapi ternyata tidak. atasan, bawahan, rekan kerja ternyata makin berkurang rasa kesetiakawanannya. yah..hakikat manusia memang selalu pengen survive dimanapun tempatnya. kalo udah ngerasa aman dan baik bagi dirinya, ya nasib temen lain "ya itu masalahe sampeyan"...jiah, ungkapan Homo Homini Socio-nya serasa berkurang maknanya. tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. sebagai manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. akupun juga membutuhkan itu. -busyet mulai dah ceramah :Cd- intinya sih, kalo dalam lingkungan kerja ya sejawat seharusnya saling membantu lah, siapa yang lagi bermasalah dengan pekerjaannya ya dibantu. karena setiap pribadi tidak mungkin lah bisa berjalan sendiri. masing-masing saling mendukung dengan perannya masing-masing dalam kapasitas interaksi sosial. tapi ya sudahlah, semua sudah terlanjur semoga saja keberuntungan selalu berpihak padaku. (curhat neeh..).

eh, baru dibanting ama kepasrahan pekerjaan, datang lagi kepasrahan yang lain. haduhh..(sebentar aku minum kopiku dulu...sruputtt..).

"hayyo, pagi-pagi dah kusut muka". bujuggillee..dalijo bikin kaget saja.

"kamu pagi-pagi udah mbikin kaget saja jo". jawabku kenceng ngegas.

"wuallaaahh..sorri mas, lha aneh wae, gak biasanya pagi-pagi mas de udah kusut merusut gitu mukanya. biasanya cengengas-cengenges sambil melintir gas rx kingnya." kata Dalijo.

"kalo pagi ini, sekarang ini aku malah pengen melintir kupingmu jo" kataku sambil tertawa ngakak.
muka dalijo berubah kecut. melengos.

"eh mas de, ada apa to? mbok cerita-cerita ke dalijo, gantian gitu. biasanya kan dalijo terusss yang curhat, nah sekarang giliran mas de yang cerita. siapa tahu bisa menumpahkan uneg-uneg nya. biar enteng malinteng"

"waduh waduh, dapet kosa kata baru nih. "enteng malinteng" dari kamus mana lagi nih jo?"

"wakakaka...kenapa to mas de?" kali ini mimik dalijo terlihat serius. seperti biasa, dalijo membetulkan sarung kotak-kotaknya untuk kemudian duduk disebelahku. belum sempat aku ngomong, dalijo udah menyela lagi.

"gak sambil ngerokok mas de?" dengan mimik setengah nyengir.

"sudah 12 batang kuhabiskan pagi ini jo" kataku enteng. mata dalijo terbelalak. sarungnya melorot begitu mendengar jawabku.

"jo, menurut kamu perempuan itu apa?"

"lho ya perempuan itu wong wedok, wanita, bisa hamil, melahirkan..."

"hasyahhh.."

"jo, kalo perempuan hanya sesimpel itu, aku gak bakalan mumet seperti ini."

"ya tergantung perempuannya juga to mas de. mungkin gak semua wanita mumet mremet mbrebet"
weladhalah..dapat kosa kata baru dari mana lagi si dalijo.

"betul juga ya jo, tidak semua p-e-r-e-m-p-u-an itu mbrebet ya."

"ya dalijo ngerti kok mas de, mas de lagi bermasalah dengan pe er pu pan." dalijo merenges ndrenges. kemudian melanjutkan perkataannya.

"mas de, kalo milih wanita jangan yang nunak nunuk mas. kalo mas de milih yang nunak nunuk, mas de yang bakalan terbuang sia-sia waktunya. sekarang bilang iya, besok sudah lupa lagi, itu ciri-ciri pe er pu pan nunak-nunuk. kalo didepan ngomong iyes, nanti di belakang beda jawaban, beraninya cuman lewat es em es. esuk dele sore tempe mas de."

"kamu benar jo, aku kadang ngiri ngeliat ginem mu jo. dia begitu konsisten menjalin hubungan denganmu. kamu beruntung jo."
dalijo tersenyum mendengar ucapanku.

"ginem memang wanita sederhana mas de. dia bisa memahami kondisiku. pola pikirnya pun sederhana mas. dan yang bikin aku salut sama ginem -boleh dibilang makin cinta- dia berani menghadapi resiko apapun mas. dia tidak peduli aku kerja apa, penghasilanku berapa, nanti bagaimana. dia selalu bilang: "kang, sebagai makmum aku ngikut maunya akang dalijo. yang jelas, saat ada rintangan di depan, ada ilalang tinggi menghalang, badai gelombang menghadang, kita hadapi berdua, saya percaya kang dalijo. saya percaya Gusti Allah mboten sare. Gusti Allah pasti membantu dengan Rahman dan Rahim-Nya kang." Dalijo berhenti sejenak. senyum bahagianya mengembang.

"itulah mas, ginem manteb menjalaninya denganku. meskipun dengan kesederhanaan kami berencana untuk segera menikah mas de."

"aku kagum dengan ginemmu jo."
dalijo tersenyum.

"dulu aku mengenal dia dengan kepercayaan jo. kutegaskan kalo menjalin hubungan denganku harus siap beresiko aku nikahi secepatnya. aku percaya dia siap jo, karena dari awal dia sudah tahu resikonya." kuambil sebatang rokok lagi. kumain-mainkan dengan tanganku.

"kulihat sikapnya saat bersamaku, dia menyiratkan kesiapan. itu membuatku makin yakin dan percaya. sepertinya aku semakin buta saja menyikapinya. aku menerima isyarat-isyarat kesiapannya secara bodoh. dan aku benar-benar merasa bodoh sekarang."

"dia menyikapi keseriusanku seharga sms jo."

"sabar mas de, dia tidak siap dengan mas de. atau bisa jadi dia sedang mencari yang lebih dari mas de."

kusulut sebatang rokokku. kuhisap dalam-dalam. asapnya masuk ke dalam dadaku, tenggorokanku, mungkin masuk juga ke paru-paruku. menyesakkan, seperti mau batuk darah rasanya.

***

"aku minta maaf mas, aku tidak bisa menjalani dua-duanya secara bersamaan." sebuah pesan singkat yang mungkin tak terlupakan sepanjang hidupku. jawaban masa depan hidupku dijawab seharga satu sms.


***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar