04 Mei 2009

yujokarto

Yujo…hmmm…malioboro, beringharjo, karo klithikan…habis itu terus gudeg, jogchick, mbak barni, yu surat, lanjut ke pak min. belum puas lanjut tlusap-tlusup turut mie ayam Jakarta selokan, jajan pasar sagan, pasar gedongkiwo, nongkrong di angkringan ari tulang. Jangan lupa dawet rel, jamu santoso, terus parkir nangkring di blandongan..agak keren dikit, mampir shoping center, gramedia, social agency, atawa toga mas…paling suka lagi kalo ada pameran nemu yusuf agency atau kompas gramed..mborong!

Yujo…dulu adem, sejuk, nyaman…masih keliatan asri. Jalan-jalan lancer menyenangkan. Banyak urang nenteng buku berjalan sopan. Pakaian indah sedap dipandang. Sekarang Yujo panas, gerah, semrawut, banyak tuko2 dan motor.. jalan-jalan malah menegangkan..banyak urang nenteng hape, berjalan menantang. Pakaian ketat tipis mengoda untuk diterawang..

Ah..lain dulu lain sekarang..dulu lain, sekarang lain..yang ditunggu hanya malam minggu..

Seperti menjelma menjadi sosok asing di kota ini. tanpa sodara dan tidak kenal siapa-siapa (tadinya sih kenal Juki, Sugeng, Krabowo, Gutrisno bh., dan poro demang). Tapi lama-kelamaan, karena modernitas, mereka yang gentian tidak mengenal aku. Bener-bener asing. Lewat depan mall, eh malah dicibir, lewat depan sekolah, malah disepelekan, akhirnya kuberanikan lewat depan pos pulisi, lha kok jebulnya malah kena denda (doh)..katanya di kota ini spion harus 2, knalpot kudu standar..
“itu knalpot motornya tidak standar mas..”
“lha bukankah dari dulu knalpot motor juga begitu? Ada bunyinya? Justru kalo yang tidak bunyi itu yang tidak standar” jawabku.
“itu masalahe mas sendiri, cuba kalau tadi tidak lewat sini, pasti aman.” Masih sibuk nulis surat tilang..terus dia ngemeng lagi “mbok tadi lewat depan mall saja, atau lewat depan sekulah, masnya malah bisa ngirit 20-50 ribu lho”

Wualah…sek-sek iki malah nguantuk…padahal lagi mud iki (doh)…(huaam)

Yujo sudah tidak kenal lagi. Yujo kenalnya sudah sama orang-orang berduit. Yujo spertinya sudah tidak mau kenal lagi dengan orang yang pas-pasan, ya wajah ya penghasilan, hidupnya. .hayyikk!. lha pancen aku ngalami sendiri, ngeliat sendiri kahanan yujo sekarang. Dulu orang jalan lewat daerah selokan, ugm dan babarsari , itu mikir 101 kali. Bukan karena takut banjier (weks!) tapi karena jalanannya masih sepi, rungkut (rimbun = penuh semak belukar), gelap, dan menyeramkan ,pokoke. Lha baningkan sekarang, (doh) orang malah lebih milih lewat selokan (maksud saya bukan diselokannya, tapi daerahe…jo goblok2 banget to) karena sudah rame..jalane padang (terang lampu), banyak toko, tempat kuliner, dan nongkrong. Selain itu, bagi cewek maupun cowok, juga lebih GerSang nek lewat selokan. Buktikan saja, pasti sampeyan2 itu betah nek liwat selokan. Lha nek sudah membuktikan silahkan komeng di blog ini. lalu berpikir bahwa aku ora nggladrah koyo nang plurek, tapi aku bicara apa yang ku alami tentang yujo saiki..

Dulu favorit cuci mata urang-urang (ya awam, kaya, miskin, rakyat biasa, pengangguran, pelajar sampai mahasiswa) adalah ramai mall atau malioboro mall, agak elit adalah galeria, tapi sekarang dari pojok yujo kulon sampai yujo pojok timur malah digelar apa yang disebut eMall. Sak yujo kui eMall kabeh!. Belum lagi parade café, baik yang coro maupun godam, tharik-tharik (berderet-deret) menghiasi pinggiran dan tengahan Yujo. Penduduk Yujo, baik aseli maupun pendatang, dikondisikan untuk dibuat bingung dengan pagelaran tersebut. Padahal sebenernya mereka sadar –sesadar-sadarnya- termasuk penulis (mau tidak mau harus diakui) dijajah oleh mainstream budaya (ya gak lain trend budaya=budaya pop= pop culture). Yujo diajak secara sadar untuk beralih budaya, dari berhati nyaman menjadi berhati nyam-nyam (dagadu courtesy). Yujo menjadi kejam, karena menuntut seseorang untuk mengarus pada suatu budaya yang tidak jelas. Ingat dulu Yujo dikenal karena budaya dan pendidikannya…apakah imej itu harus terhapus oleh glamouritas dari Yujo sendiri?

Mari kita selamatkan Yujo demi kelangsungan budaya dan kualitas pendidikan anak cucu dan cicit kita.

4 komentar:

  1. Jadi kangen pengen pulang solo trus dolan yang yujo hehehe

    BalasHapus
  2. Yujo....

    Begitulah Yujo sekarang, kadang juga macet. Padahal 8 tahun yg lalu, masih wus-wus,

    Ah, jogja... ndak tahu 10 tahun kedepan, apa anak2ku masih bisa tahu beringharjo, angkringan. Ato nanti beringharjo berubah jadi Mall, dengan alasan pengangti simbah2 pedagang tradisionil itu sudah tidak ada lagi, sudah beda selera.

    Ah...

    BalasHapus
  3. @ajeng: kapan kesolonya? perasaaan dah hampir ;liburan mbak..

    BalasHapus
  4. @mustoko: itulah yang kadng kepikir mas..apa saya nanti masih bisa jalan2 di bering harjo, terus nangkring di angkringan ari Tulang....

    pertanyaan besar bagi kita

    BalasHapus